TENTANG PPAT
Dalam
pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan
pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), merupakan pejabat
umum yang menjadi mitra instansi BPN guna membantu
menguatkan/mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas bidang tanah yang
dilakukan oleh subyek hak yang bersangkutan yang dituangkan dalam suatu
akta otentik. Secara normatif, PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi
wewenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau
membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya (Pasal 1 angka 1 PP Nomor
37 Tahun 1998 jo. Pasal 1 angka 24 PP 24 Tahun 1997)
Khusus
mengenai PPAT tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 37
tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang
ditetapkan tanggal 5 Maret 1998 dan ketentuan pelaksanaannya dituangkan
dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2006.
Dalam peraturan tersebut lebih gamblang dijelaskan bahwa PPAT adalah
pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah.
PPAT dibagi ke dalam tiga kategori, yakni :
1.
PPAT
Biasa, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani masyarakat dalam
pembuatan akta, yang memenuhi syarat tertentu (dapat merangkap sebagai
Notaris, konsultan atau penasehat hukum)
2. PPAT
Sementara, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani pembuatan akta di
daerah yang belum cukup terdapat PPAT (Camat atau Kepala Desa).
3. PPAT
Khusus, yaitu PPAT yang diangkat untuk melayani pembuatan akta tertentu
atau untuk golongan masyarakat tertentu (Kepala Kantor Pertanahan)
Tugas pokok PPAT adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah
dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum
tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh
perbuatan hukum itu.
Perbuatan hukum tertentu tersebut meliputi :
1) jual beli;
2) tukar-menukar,
3) hibah;
4) pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5) pembagian hak bersama;
6) pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
7) pemberian Hak Tanggungan; dan
8) pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.
Dalam
pembuatan akta otentik, maka ada persyaratan formal yang harus dipenuhi
antara lain harus dibuat oleh pejabat umum yang khusus diangkat untuk
itu dengan akta yang dibuat dalam bentuk tertentu, sehingga dapat
dipastikan bahwa tindakan dalam pembuatan akta didasarkan atas hukum
yang berlaku, aktanya dapat dijadikan sebagai dasar telah dilakukannya
perbuatan hukum tersebut secara sah dan dapat dijadikan alat pembuktian
di depan hukum.
Dasar
hukum yang dijadikan pedoman teknis dalam pelaksanaan tugas PPAT adalah
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 24
tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37
tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah serta peraturan
pelaksanaannya.
Tugas
Pokok PPAT adalah melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah dengan
membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu
mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan
dijadikan dasar sebagai pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah
yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.Perbuatan Hukum mengenai hak
atas tanah yang dapat dilakukan oleh PPAT tersebut antara lain :
a. Jual Beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan;
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian HGB / HP atas tanah HM;
g. Pemberian hak tanggungan;
h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.
PPAT
hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah yang terletak di
dalam daerah kerjanya. PPAT dalam melaksanakan tugasnya diharuskan untuk
:
a. Berkantor
di satu kantor dalam daerah kerjanya sebagaimana ditetapkan dalam Surat
Keputusan pengangkatan, dan diharuskan diharuskan memasang papan nama
jabatan PPAT Sementara, dengan rincian sbb :
- Ukuran 100 x 40 cm atau 150 x 60 cm atau 200 x 50 cm
- Warna dasar dicat putih tulisan hitam
- Bentuk huruf Kapital
b. Mmempergunakan kop surat dan sampul dinas PPAT dengan letak penulisan dan warna tertentu.
c. Mempergunakan stempel jabatan PPAT.
Dalam pelaksanaan tugasnya PPAT mempunyai Hak dan kewajiban, yakni
a. Hak PPAT adalah :
1. menerima uang jasa (honorarium) termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi;
2. memperoleh cuti
b. Kewajiban PPAT.
1. mengangkat sumpah jabatan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota setempat;
2. berkantor dalam daerah kerjanya dengan memasang papan nama;
3. membuat,
menjilid dan memelihara daftar-daftar akta, akta-akta asli, warkah
warkah pendukung, arsip laporan dan surat-surat lainnya yang menjadi
protokol PPAT;
4. Hanya
dapat menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan atau bangunan
setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran BPHTB
5. menyampaikan laporan bulanan mengenai semua akta yang dibuatnya selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya kepada:
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi
Larangan PPAT
a. membuat
akta untuk dirinya sendiri, suami atau istrinya, keluarga sedarah dalam
garis lurus vertikal tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke
samping derajat kedua, menjadi para pihak atau kuasa (psl 23 PP 37 Thn.
1998);
b. membuat akta PPAT terhadap tanah yang dalam sengketa (psl 38 ayat 1 PP 37 Thn 1998).
Pengawasan
dan Pembinaan PPAT dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat,
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pertanahan
kabupaten/Kota (Pasa. 33 PP No. 37 Thn. 1998 jo. Psl 35-38 PMNA/KBPN No.
4 Thn. 1999).
Ketentuan Sanksi
a. Sanksi
atas pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT, dikenakan tindakan
administratif berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian
jabatannya sebagai PPAT (psl 10 PP No. 37 Thn 1998 jo. Psl 37 PMNA/KBPN
No. 4 Thn. 1999)
b. Sanksi
atas pelanggaran tidak menyampaikan laporan bulanan, dikenakan denda
sebesar Rp. 250.000,- setiap laporan (psl 26 ayat 2 UU No. 20 Tahun.
2000).
Pengangkatan
PPAT saat ini adalah berasal dari Notaris, artinya dipundak ada dua
jabatan, selaku Notaris dan selaku PPAT. Selaku Notaris seseorang harus
mempedomani Undang Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
beserta peraturan pelaksanaannya dan harus tunduk pada pejabat
Departemen Kehakiman dan HAM. Sedang selaku PPAT harus mempedomani
Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan pelaksanaannya dan
tunduk dan patuh pada pejabat Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal ini
bermakna bahwa terdapat dua paying hukum yang harus dipatuhi oleh
seseorang yang bertindak dalam dua jabatan.
Dalam
pelaksanaan tugasnya selaku PPAT/Notaris, maka segala tindakannya yang
berkaitan dengan pelaksanaan kewajibannya dalam pembuatan akta PPAT akan
diawasi oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat, termasuk pemeriksaan
terhadap pembuatan akta, pengadaan dan pengisian protokol serta
pelaksanaan segala kewajiban yang telah ditentukan, oleh karena itu
sebelum melaksanakan tugas sebagai PPAT, hendaknya saudara berkoordinasi
terlebih dahulu dengan Kantor Pertanahan;
Bahwa
dalam setiap membuatkan akta PPAT, lakukan koordinasi dengan Kantor
Pertanahan setempat guna mendapatkan informasi tentang status tanah yang
akan dibuatkan aktanya, apakah tanah tersebut benar-benar telah
terdaftar atau apakah data yuridis dan data fisik yang ada dalam
sertipikat tanah tersebut sesuai dengan data yang ada pada buku tanah di
Kantor Pertanahan. Penyesuaian data dalam sertipikat dengan data dalam
buku tanah tersebut lebih dikenal dengan nama "cek bersih". Dalam hal
ini bermakna bahwa seorang PPAT dalam melaksanakan tugasnya harus
senantiasa berkoordinasi dengan pihak pihak terkait.
Bahwa
dalam pembuatan akta pastikan benar-benar dilakukan sesuai dengan
keadaan sebenarnya dan keterangan yang sebenarnya dari para pihak yang
bersangkutan Misalnya keadaan yang sebenarnya adalah bahwa dalam
pembuatan akta itu benar benar para pihak berada dan menandatangani akta
di hadapan PPAT, bukan dilakukan pembuatan aktanya di kantor tetapi
penandatanganannya di rumah masing-masing. Perbuatan demikian apabila
ada temuan dari pengawas, maka perbuatan tersebut merupakan pelanggaran
berat dan akan menjadi salah alasan untuk pemberhentian dari jabatan
PPAT dan juga berpotensi terkena tindakan pidana dengan delik membuat
pernyataan palsu di dalam akta otentik. Dalam tindakan ini bermakna
harus terdapat kepastian mengenai subyek dari yang berkepentingan.
Bahwa
dalam rangka membuat Akta PPAT, walaupun tidak ada keharusan, namun
disarankan sedapat mungkin dilakukan cek ke lapangan untuk memastikan
ada tanahnya, letak pastinya dan keadaan tanahnya guna menjaga hal-hal
yang tidak diinginkan seperti adanya sengketa dan tanahnya fiktif, Hal
itu penting, karena salah satu syarat untuk membuatkan akta PPAT
haruslah tanahnya bebas dalam sengketa, apabila PPAT membuatkan akta
yang ternyata tanahnya dalam sengketa, maka PPAT tersebut telah
melakukan pelanggaran berat, konsekwensi hukumnya tidak hanya terancam
akan dicabut jabatan yang diembannya tetapi juga berpotensi menjadi
bahan penyidikan oleh aparat hukum yang pada akhirnya dapat
mengantarkannya ke dalam penjara. Dalam hal ini bermakna Kepastian
mengenai obyek.
Bahwa
adanya ketentuan undang-undang mengenai jangka waktu penyampaian akta
ke Kantor Pertanahan oleh PPAT yang bersangkutan yaitu paling lama 7
(tujuh) hari sejak akta ditandatangani. hal ini perlu diperhatikan
khususnya terhadap pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dengan
tegas Undang Undang Hak Tanggungan mengatur dengan limitatif jangka
waktu penyampaian APHT ke Kantor Pertanahan maksimal 7 hari sejak
penandatnaganan akta. Dalam hal ini bermakan suatu kepastian dalam limit
waktu.
Bahwa
tugas apapun yang dilaksanakan dengan pembuatan akta PPAT, semuanya
harus dilaporkan secara berkala kepada Badan Pertanahan Nasional, bahkan
jika tidak melaksanakan tugaspun, artinya aktanya nihil, tetap harus
dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal ini bermakna
kepatuhan dalam menyampaikan laporan.
Bahwa
sekalipun PPAT yang diangkat ini telah mendapatkan pendidikan formal
dan telah lulus baik di pendidikan program Specialis Notariat maupun
Magister Kenotariatan serta telah lulus ujian seleksi yang diadakan oleh
Badan PertanahanNasional, namun ilmu yang didapatkan dari dunia
pendidikan formal sering tidak memadai dengan cakupan persoalan aktual
di lapangan, oleh karena itu perlu banyak berkonsulstasi dengan
pembina/pejabat BPN, bertanya kepada senior, banyak membaca buku dan
mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan
oleh Pemerintah.
Dalam
menjalankan tugas-tugas selaku Notaris sekaligus PPAT, banyak yang
terkait dengan kegiatan di bidang pertanahan yang terkait dengan tugas
dan kewenangan PPAT, seperti :
a. Persoalan mengenai warisan, siapa dan berapa ahli waris sah dan apa warisannya
b. Persoalan mengenai wasiat/hibah, terkait ketentuan legitime portie
c. Masalah status anak, apakah anak sah, anak tidak sah atau anak angkat dan hak haknya.
d. Pembuatan
Surat Keterangan Ahli Waris (SKAW) yang masih bermacam-macam bentuknya
sesuai dengan golongan penduduk, misalnya untuk penduduk Eropa dan
Tionghoa dibuat oleh Notaris, Golongan Timur Asing dibuat oleh Balai
Harta Peninggalan, sedang untuk penduduk pribumi cukup dibuat oleh ahli
waris yang bersangkutan disaksikan oleh Lurah dan Camat, khusus untuk
pribumi yang beragama Islam, penetapan ahli waris dapat dibuat oleh
Mahkamah Syariah dan bagi yang beragama Kristen dibuat oleh Ketua
Pengadilan Negeri.
e. Pembuatan
kuasa, ada kuasa umum, ini kuasa yang lemah karena hanya bertindak
membawa nama yang memberi kuasa, ada kuasa menjual, tetapi dijual kepada
dirinya sendiri, itu salah besar. ada kuasa mutlak yaitu kuasa yang
tidak punya batas waktu, tidak dapat dicabut kembali dan tidak
dikecualikan terhadap perbuatan hukum tertentu serta isinya tidak dapat
dirubah, ada kuasa mutlak substitusi yaitu kuasa yang dapat dipindahkan
kepada orang lain. Kuasa mana yang bisa dijadikan dasar perbuatan hukum
dalam peralihan hak atas tanah, harus benar-benar diketahui dengan
sejelas-jelasnya.
Hal
lain yang menjadi perhatian adalah adanya kewajiban-kewajiban yang
harus dicantumkan dalam akta misalnya pengenaan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau Pajak Penghasilan (PPh). sebab jangan
sampai terjadi semula maksud hati hendak membantu masyarakat dalam
melayani pembuatan aktanya, tetapi karena ketidaktahuan aturan main,
maka dengan seenaknya membuat akta PPAT yang nyata-nyata tidak memenuhi
syarat seperti tanahnya masih dalam keadaan sengketa, tidak melampirkan
bukti setoran BPHTB terutang, yang pada akhirnya dapat menyeret PPAT
menjadi pesakitan di hadapan aparat penegak hukum.
Konsekuensi hukum.
Bahwa
saat ini banyak akta PPAT yang digugat bahkan menjadi obyek penyidikan
oleh aparat penegak hukum, beberapa PPAT telah dan sedang menjalani
pemeriksaan di kepolisian, ada yang menjadi saksi, bahkan ada yang
menjadi tersangka. Ini yang harus diwaspadai. Sekali lagi pastikan semua
aturan yang berkaitan dengan palaksanaan tugas dimengeri dengan baik,
sehingga dalam menjalankan amanat dan tanggung jawab selaku pejabat
Negara bisa survive.
Bahwa
dalam menjalankan tugas selaku PPAT juga turut membantu Badan
Pertanahan Nasional dalam memberikan penyuluhan hukum pertanahan kepada
masyarakat, artinya, pelayanan kepada masyarakat tidak semata dilihat
dari sudut bisnis semata tetapi ada sisi pengabdian sosial selaku
pejabat negara.
No comments:
Post a Comment
Karena sesungguhnya Orang yang memberikan Komentar adalah Orang yang bisa menjadi pendengar yang baik.